REVIEW TEORI BELAJAR DAN PETA KONSEP
Oleh: Novi Lestariningsih, S.Pd.
NIM: 14712251060
A.
REVIEW TEORI BELAJAR
1.
BEHAVIORISM THEORY
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Tokoh teori behavioristik adalah Thorndike,
Pavlov, skinner
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin
kuat.
2.
SOCIAL COGNITIVE THEORY
Dikembangkan
oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini
dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Ide pokok
dari pemikiran Bandura (Bandura, 1962) juga merupakan
pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative
learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi
proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang
memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan
dalam mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media di level
individu.
Teori
Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana perilaku bisa
dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh media massa.
Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang imbalan dan
hukuman yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari khalayak pada
model tersebut, dan melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang
perilaku yang dicontohkan di media. Meski berdasarkan bidang studi psikologi
sosial, teori ini memeiliki efek yang kuat untuk pemahaman tentang efek
kekerasan melalui media baik untuk anak-anak maupun orang dewasa dan juga pada
perencanaan kampanye yang ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat melalui
media.
Konsep-konsep Utama dari Teori
Kognitif Sosial
a.
obvervational learning
Pada konsep ini, proses belajar
dilakukan dengan mengamati model. Perilaku seseorang bisa timbul hanya karena
proses modeling.
Proses modeling bisa dilakukan
secara langsung, maupun melalui media.
b. Rewards and punishment
Di dalam kasus ini, teori kognitif
sosial kembali ke konsep dasar "rewards and punishments" -- imbalan
dan hukuman-- tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial.
Di dalam teori kognitif sosial,
penguatan bekerja melalui proses efek menghalangi (inhibitory effects)
dan efek membiarkan (disinhibitory effects).
1)
Inhibitory Effects terjadi ketika seseorang melihat
seorang model yang diberi hukuman karena perilaku tertentu.
2)
Disinhibitory
effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi
penghargaan atau imbalan untuk suatu perilaku tertentu. Efek-efek yang
dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang sebenarnya,
tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi dirasakan seseorang
sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).
Vicarious reinforcement ada terjadi
karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations) dan
harapan hasil (outcome expectancies). Outcome expectations
menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi penghargaan dan
dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika kita melakukan
perilaku yang sama dengan model.
outcome expectancies -- harapan
akan hasil. Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu
yang diamati itu dipandang sebagai sebuah imabalan/penghargaan atau hukuman.
c. Identification
Salah satu tambahan yang penting
bagi teori ini adalah konsep identifikasi (indentification) dengan
model di dalam media. Secara khusus teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika
seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses
belajar sosial akan lebih terjadi.
d. Self efficacy
Self efficacy adalah kemampuan sang "pengamat"
untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk
menampilkan perilaku trsebut. Hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat
kritis dari perubahan perilaku.
3.
COGNITIVE INFORMATION THEORY
Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai
proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada
diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan
informasi.
Ada banyak tokoh yang mendefinisikan tentang
pemrosesan informasi yaitu Robert M Gagne, B. Pandangan Slavin, Ausubel, dan
Zigler dan STevenso.
Pemrosesan informasi terdiri atas tiga macam
ingatan yaitu: sensory memory atau Memori Inderawi (MI),Memori Jangka Pendek
(MJPd) atau short-term/working memory, serta Memori Jangka Panjang (MJPj) atau long-term memory. Strategi
pembelajaran daya ingat terbagi menjadi 3 yaitu: Pembelajaran
pasangan-berkaitan, pembelajaran serial, dan pembelajaran ingatan bebas.
Sedangkan strategi yang membantu siswa dalam belajar terbagi menjadi 5 yaitu:
membuat catatan, menggarisbawahi, meringkas, menulis untuk belajar, serta
membuat garis besar dan memetakan.
4.
MEANINGFULL LEARNING THEORY
Tokoh teori belajar ini adalah David
P Ausubel . Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar
bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam
proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka.
Kebaikan Belajar Bermakna
a.
Informasi
yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
b.
Informasi
baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat
meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses
belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip.
c.
Informasi
yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih meninggalkan
bekas sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi pelajaran yang
mirip walaupun telah lupa.
Prasyarat
agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki
Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki
Strategi belajar bermakna. Strategi bermakna itu
adalah:
a.
Tugas-tugas
belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
b.
Tugas-tugas
belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
siswa.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel
beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat
pendidikan dasar, akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan
langsung. Namun untuk siswa pada tingkat
pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu.
Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan,
peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
5.
DEVELOPMENT APPROACH THEORY
Tokoh dalam teori ini adalah Jean Piaget. Dalam
teori ini, Piaget percaya bahwa anak-anak mengembangkan kognisi dan pengetahuan
dengan maju melalui serangkaian tahap perkembangan. Ia menyatakan hipotesis
bahwa setiap tahap terjadi secara berurutan dan tidak ada tahap yang bisa
dilewatkan. Untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya, melalui :
a.
Asimilasi:
Memasukkan struktur logis baru (atau skema) ke yang sudah ada bahwa kita
kemudian berlaku untuk dunia di sekitar kita.
b.
Akomodasi:
Memodifikasi struktur logis atau skema untuk kesepakatan yang lebih baik dengan
lingkungan.
c.
Equalibriation: Keseimbangan antara struktur
kognitif asimilasi dan akomodasi dalam mencapai pengetahuan.
d.
Egosentrisme:
Kegagalan untuk memahami bagaimana titik pandang orang lain yang berbeda dari
mereka sendiri.
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk
memahami dunianya melalui empat periode utama yaitu:
a.
Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
b.
Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
c.
Periode
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
d.
Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
6.
SOCIAL FORMATION THEORY
Teori yang sesuai dengan Social Formation Theory
adalah teori Zone of Proximal Development dari Vygotsky. Dalam teori ini,
menunjukan bahwa peserta didik atau siswa membangun pengetahuan mereka sendiri.
Peserta didik melakukan proses internalisasi pengetahuan. Pernyataan Lev
Vygotsky diperluas pada ide-ide Piaget dan secara khusus melihat bagaimana
interaksi dan kolaborasi sosial memungkinkan peserta didik untuk belajar.
Sedangkan Piaget percaya bahwa perkembangan memiliki titik akhir dan terdiri
dari empat periode utama pertumbuhan yang meliputi tahap sensorimotor,
praoperasional, perasional konkrit, dan operasional formal.
Teori yang dikembangkan oleh Vygotsky dapat
dipahami dalam tiga tema umum yaitu :
a.
penggunaan
metode genetik, atau perkembangan;
b.
klaim
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi dalam individu muncul dari proses sosial
c.
klaim
bahwa proses sosial dan psikologis manusia secara fundamental dibentuk oleh
alat budaya, atau cara mediational.
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky
(Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development
(ZPD) merupakan jarak
antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada
siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
7.
REPRESENTATION AND DISCOVERY
LEARNING
Tokoh dalam teori ini adalah Jerome S.Bruner
seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar
Menurut Bruner, dalam proses belajar siswa
menempuh tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap
Enaktif.
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui
tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
2.
Tahap
Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui
serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3.
Tahap
Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar
simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih
peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya
adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning dari
Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan
kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.
Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan
(discovery learning), kekurangannya tidak bisa digunakan pada semua materi
dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan dengan metode
penemuan.
Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner
tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut teori J.S. Bruner langkah
yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan
presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih
melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep
dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang
dipelajari harus ada kaitannya.
Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu
pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, maka kemampuan dapat
diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan
tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap
simbolik.
8.
CONSTRUKTIVISTIK APPROACH
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Tokoh dalam teori belajar ini adalah Piaget
Konsep teori konstrukstivisme:
·
Pengetahuan
tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
·
Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
·
Belajar
yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting.
·
Proses
belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi
perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh
pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur
kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam
pikiran.
Akomodasi adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi
skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan.
9.
TECHNOLOGICAL THEORY
Sistem inovasi teknologi adalah sebuah konsep
yang dikembangkan dalam bidang ilmiah inovasi penelitian yang berfungsi untuk
menjelaskan sifat dan tingkat perubahan teknologi. Teori yang berhubungan
dengan Tecnological Apprroach adalah Differentiated Instruction, Understanding
by Design and Universal Design for Learning.
Dalam Teori Differentiated Instruction,
Understanding by Design and Universal Design for Learning terlihat pada
kombinasi yang kuat dari tiga model mengajar/belajar yang berbeda, yaitu:
a.
Understanding
by Design (UBD)
Teori ini mengajar di kelas telah terpengaruh
dengan cara yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi pembelajaran. Guru
membutuhkan model yang menyumbang standar tetapi juga menunjukkan bagaimana
pembelajaran dan pemahaman dapat mengatasi standar konten serta mengembangkan
basis informasi yang kuat.
b.
Instruksi
Differentiated (DI)
Teori ini melihat pada bagaimana dan di mana kita
mengajar siswa kita, berfokus pada praktek-praktek terbaik untuk masing-masing
peserta didik. Selain harapan konten adalah sulitnya memenuhi kebutuhan beragam
kelas hari ini. Bahasa, budaya, jenis kelamin, kesenjangan ekonomi, motivasi,
cacat, kepentingan pribadi dan gaya belajar serta lingkungan rumah hanya
beberapa dari banyak variabel yang membawa siswa ke sekolah dengan mereka.
c.
Universal
Desain Pembelajaran (UDL)
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran berusaha
untuk memastikan bahwa lingkungan belajar, termasuk kurikulum, penilaian dan
alat-alat belajar mengajar mempromosikan belajar dan menghapus hambatan
belajar.
10.
SOCIAL APPROACH
Teori social approach hampir sama dengan teori-teori belajar sosial yang
lain. Dalam teori ini beranggapan bahwa :
a. Semua perilaku terjadi dalam konteks sosial.
b. Perilaku seorang individu dipengaruhi oleh orang
lain dan masyarakat.
Psikologi sosial melihat pengaruh individu, kelompok, masyarakat dan budaya
pada perilaku individu. Pendukung dari teori ini antara lain teori
behaviorisme, teori kognitif sosial, teori informasi sosial dan teori Lev Vygotsky.
Beberapa teori tersebut mendasari perkembangan seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan, dan banyak faktor luar.
B.
HUBUNGAN ANTAR TEORI
Dari teori belajar yang dipaparkan diatas,
terdapat beberapa hubungan dan kesamaan konsep
teori diantara masing-masing teori belajar.
Teori behavioristik, Sosial approach, social
kognitif learning, dan social formation teori adalah mempunyai konsep yang hampir
sama. Keempat teori ini, pembentukan perilaku berasal dari luar atau
dipengaruhi oleh lingkungaan sosial. Pada teori behavioristik perilaku siswa
terbentuk karena adanya stimulus dan respon. Sehingga, hasil perilaku siswa
sangat tergantung dari stimulus yang diberikan oleh guru. Jika diterapkan dalam
pembelajaran, teori ini kurang mengaktifkan siswa, kegiatan pembelajaran lebih
berpusat pada guru. Siswa dianggap belum mempunyai informasi apapun. Siswa
dianggap sebagai kertas putih atau tong kosong yang siap diisi dengan apapun.
Pada keempat teori ini, motivasi belajar siswa adalah motivasi ekstrinsik atau
motivasi dari luar. Pada teori behaviorism dan kognitif sosial, keberhasilan
dalam belajar sangat dipengaruhi oleh reward and punishment, serta
reinforcement. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam belajar menurut teori
ini diukur dengan melihat perubahan perilaku dengan menggunakan test atau
evaluasi hasil. Tidak berbeda jauh dengan kedua teori tersebut, pada teori
belajar sosial formation dan sosial approach, keberhasilan belajar tergantung
dari pengaruh lingkungan sosial yang dekat dengan siswa.
Sedangkan Cognitive Information Theory ,
Meaningfull Learning Theory, Development Approach, Discovery Learning, Konstruktivistik, dan
Technological Approach adalah teori belajar yang dalam kegiatan belajarnya
adalah berusaha membuat siswa aktif. Proses pemerolehan informasi dengan cara
bermakna. Siswa diajak untuk mengembangkan pengetahuannya melalui serangkain
proses aktif. Kunci keberhasilan dalam belajar adalah ditangan siswa itu
sendiri. Motivasi dari dalam sangat berperan penting. Peran kognitif atau
mental sangat penting. Hal ini dikarenakan untuk dapat mengolah
informasi-informasi penting dari pembelajaran dibutuhkan peran kognisi yang
memadai.Semua teori tersebut menghendaki adanya aktifitas siswa sebagai proses
belajar. Siswa belajar dengan mengkonstruk konsep dengan cara mensinergikan
antara pengalaman yang telah diperoleh dengan proses belajar yang sedang
dijalani. Proses belajar siswa terpusat pada siswa, guru berperan sebagai
fasilitator.
C.
PETA KONSEP
DAFTAR
PUSTAKA
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Vygotsky%27s_Zone_of_Proximal_Development
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Jean_Piaget%27s_Developmental_Stage_Theory
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Components_of_Cognitive_Apprenticeship:_Modeling
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Jean_Piaget%27s_Developmental_Stage_Theory
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/Components_of_Cognitive_Apprenticeship:_Modeling
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_pendidikan
1 komentar:
Aslm selamat berjuang. Teruskan. Wslm
Posting Komentar